MAKALAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
“PENDIDIKAN DI INDONESIA”
NAMA KELOMPOK:
- ANINDIYA PURNAMA EFFENDI 21213054
- IREN KARINA 24213465
- NOPI DUWI HARIYANTI 26213490
- WINDI FEBRIANI 29213329
- YUNIAR TRI WULANDARI 29213601
KELAS : 1EB21
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan
syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan
limpahan rahmatnyalah maka kami dapat menyelesaikan sebuah karya tulis dengan
tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “PENDIDIKAN DI INDONESIA” yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari perekonomian terutama perekonomian di Indonesia.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “PENDIDIKAN DI INDONESIA” yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari perekonomian terutama perekonomian di Indonesia.
Melalui kata pengantar ini kami sebagai penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Bekasi
28 Mei 2014
“Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB II PENDIDIKAN DI
INDONESIA
2.1 Ciri-ciri Pendidikan di
Indonesia 3
2.2 Kualitas Pendidikan di
Indonesia 4
2.3 Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di
Indonesia 4
2.4 Solusi Permasalahan Pendidikan di Indonesia 8
2.5
Program Pemerintah Dalam meningkatkan Kualitas Pendidikan 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara
yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara
lain bahkan sesama anggota negara ASEAN pun kualitas SDM
bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi
karena pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Oleh
karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki agar mampu
melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang supaya
bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dan agar tidak semakin
tertinggal karena arus global yang berjalan cepat.
Untuk memperbaiki
pendidikan di Indonesia diperlukan sistem pendidikan yang responsif terhadap
perubahan dan tuntutan zaman. Perbaikan itu dilakukan mulai dari pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, bangsa
Indonesia harus menggunakan sistem pendidikan dan pola kebijakan yang sesuai
dengan keadaan Indonesia.
Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya manusianya dan
kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Hal
tersebut dapat kita wujudkan melalui pendidikan dalam keluarga, pendidikan
masyarakat maupun pendidikan sekolah.
Saat ini pendidikan sekolah wajib di terima oleh seluruh masyarakat Indonesia,
karena dengan mengenyam pendidikan kita dapat mengikuti arus global dan dapat
mengejar ketertinggalan kita dari bangsa lain. Namun dalam kenyataannya
sekarang ini masih banyak orang yang belum dapat mengenyam pendidikan sekolah
karena faktor ekonomi. Akan tetapi di dalam era global ini, hal tersebut tidak
boleh terjadi karena akan menghambat perkembangan SDM dan bangsa pada umumnya.
Maka dari itu, pemerintah Indonesia harus mengambil kebijakan yang dapat
mengatasi masalah tersebut.
1.2 Rumusan masalah
- Apa saja Ciri-ciri pendidikan di Indonesia?
- Bagaimana Kualitas pendidikan di Indonesia?
- Apa saja penyebab rendahnya pendidikan di Indonesia?
- Bagaimanakah solusi untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia?
- Apa Saja Program Pemerintah Dalam meningkatkan Kualitas Pendidikan?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
2. Untuk mengetahui Kualitas Pendidikan di Indonesia
3. Untuk mengetahui penyebab rendahnya pendidikan di Indonesia
4. Untuk mengetahui solusi meningkatkan mutu pendidikan
di Indonesia
5. Untuk mengetahui Program-program Pemerintah dalam
meningkatkan kualitas Pendidikan
1.4
Manfaat
1. Untuk menambah wawasan bagi pembaca.
2. Untuk menjadi bahan pertimbangan sistem
pendidikan di Indonesia yang akan datang
BAB II
Pendidikan Di
Indonesia
2.1 Ciri-ciri
pendidikan di Indonesia
Tujuan pendidikan bangsa Indonesia yang tertera dalam TAP
MPR II tahun 1983 ialah meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian,
mempertebal semangat kebangsaan serta cinta tanah air, agar dapat mengembangkan
dan menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
(Undang-Undang Dasar 45, 1984, h. 137).
Tujuan pendidikan ini sudah mencakup seluruh aspek individu
yang perlu dikembangkan dan ditumbuhkan. Mulai dari spiritual, kepribadian,
pikiran, kemauan, perasaan, keterampilan, sosial, sampai dengan jasmani dan
kesehatan perlu dilayani untuk dikembangkan dan ditumbuhkan. Inilah yang
dimaksud dengan perkembangan total, mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kesembilan aspek
individu itu dikembangkan secara optimal, artinya masing-masing aspek itu
dikembangkan setinggi-tingginya sesuai dengan potensinya dan tersedianya
sumber-sumber pendidikan.
Bila semua aspek sudah berkembang secara optimal berarti
aspek-aspek itu berkembang secara seimbang yaitu tidak ada salah satu dari
aspke itu yang dilalaikan perkembangannya. Inilah yang membuat perkembangan
menjadi harmonis. Supaya perkembangan optimal, berimbang, dan harmonis itu menjadi
sempurna perkembangan semua aspek individu itu perlu dibuat berintegrasi satu
dengan yang lain.
Dengan cara ini barulah akan diperoleh perkembangan total
atau manusia Indonesia seutuhnya.Ciri lain perlu mendapat perhatian dalam
pendidikan Indonesia ialah pembentukan cara hidup serba teknologi dalam
kebudayaan Indonesia. Hal ini penting sebab kemajuan teknologi di dunia sangat
pesat. Bila pendidikan tidak menyiapkan sikap positif terhadap teknologi,
dikhawatirkan Indonesia akan tertinggal dalam bidang itu. Agar tidak terjadi
hal seperti itu sejak awal para siswa/mahasiswa perlu memahami teknologi,
mengerti manfaatnya dalam kehidupan, dan bila mereka berbakat perlu dibina
untuk menjadi kader-kader teknolog yang pantang menyerah.
2.2 Kualitas
pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia
semakin hari semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana
belajar, dan murid-muridnya. Banyak guru-guru saat ini yang kurang kompeten.
Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau
kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya
menjadi guru yang memiliki pengalaman yang dalam mengenai mengajar dan
pelajaran yang mereka ajarkan. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak
lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru
berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin
terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah
terbelakang. Terbatasnya sarana pembelajaran dan sulitnya akses menuju daerah
terbelakang tersebut membuat mereka tidak mendapatkan pendidikan secara
maksimal.
2.3 Penyebab
Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia.
Pada uraian diatas telah disebutkan bahwa saat ini buruknya kualitas
pendidikan di Indonesia menjadi suatu masalah yang cukup signifikan dalam dunia
pendidikan indonesia. Buruknya kualitas tersebut dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, yaitu :
a)
Rendahnya
Kualitas Sarana Fisik.
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali
sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara
laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri,
tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang
Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang
menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh
ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau
34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami
kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih
tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga
terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
b)
Rendahnya
Kualitas Guru.
Keadaan guru di Indonesia juga amat
memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai
untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian
dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di
Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut
kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb:
untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk
SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73%
(swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26%
(swasta).
Sebagai cermin kualitas, tenaga
pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi
tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh
masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
c)
Rendahnya
Prestasi Siswa.
Dengan rendahnya
sarana fisik dan kualitas guru pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak
memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa
Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Dalam skala internasional,
menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association
for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa
keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah.
Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura),
65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7(Indonesia). Anak-anak Indonesia
ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit
sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini
mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan
ganda.
d)
Kurangnya
Pemerataan Pendidikan.
Kesempatan memperoleh pendidikan masih
terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan
Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan
Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4%
(28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka
Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta
siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan
sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan
dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidakmerataan tersebut.
e)
Rendahnya
Relevansi pendidikan dengan Kebutuhan.
Hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak
tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU
sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada
periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing
tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang
Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak
memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan
tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia
kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap
keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
f)
Mahalnya
Biaya Pendidikan.
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat
ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan
masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari
Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000,00
sampai Rp 1.000.000,00. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk
SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Makin mahalnya biaya
pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)..
MBS di Indonesia pada realitanya lebih
dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite
Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya
unsur pengusaha..Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan
Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke
bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar.
Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung
jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya
tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik
Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan
pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya
pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
g)
Privatisasi
dan Swastanisasi Sektor Pendidikan.
Privatisasi atau semakin melemahnya
peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan
kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia
sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong
privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti
pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen
(Kompas, 10/5/2005).
Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang
dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang
yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah
memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP
tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya,
terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk
badan hukum pendidikan. Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk
diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Dengan privatisasi pendidikan
berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan
menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu
sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan
pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu
untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin
terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN
yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu
menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka
argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di
beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun
biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya
pendidikan.
2.4
Solusi Permasalahan Pendidikan di Indonesia.
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar
ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu: Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan
mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti
diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang
menyangkut perihal pembiayaan, seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan
guru, dan mahalnya biaya pendidikan, berarti menuntut juga perubahan sistem
ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan
Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem
kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam
yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan
pendidikannegara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal
teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk
masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk
meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di
samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan
membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan
memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya
prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya.
2.5
program Pemerintah Dalam meningkatkan Kualitas Pendidikan
- Wajib Belajar 9 Tahun
Maksud dan tujuan
pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan kepada anak bangsa untuk
memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat
banyak. Apabila perlu, pendidikan dasar enam tahun seharusnya dapat diberikan
pelayanan secara gratis karena dalam pendidikan dasar enam tahun atau sekolah
dasar kebutuhan mendasar bagi warga negara mulai diberikan. Di sekolah dasar
inilah anak bangsa diberikan tiga kemampuan dasar, yaitu baca, tulis, dan
hitung, serta dasar berbagai pengetahuan lain. Setiap wajib belajar pasti akan
dimulai dari jenjang yang terendah, yaitu sekolah dasar.
- Kompensasi BBM untuk pendidikan
Diantara program
pemerintah untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia yaitu dengan mengurangi
subsidi pemerintah terhadap BBM. Dana subsidi tersebut selanjutnya digunakan
untuk program beasiswa kepada siswa-siswi yang kurang mampu dan berprestasi.
- BSM ( Bantuan Siswa Miskin)
Bantuan Siswa Miskin atau BSM adalah bantuan yang diberikan Pemerintah Indonesiamenyambut
kenaikan harga BBM.Terkait
masih rendahnya serapan dana BSM, DPR
meminta pemerintah bekerja keras untuk menyalurkannya agar bantuan yang
disalurkan tepat guna dan tepat waktu bagi seluruh siswa miskin di Indonesia.
Jika anggaran BSM tidak terserap secara tuntas, kinerja Kemendikbud dan
kementerian lain yang terkait dengan penyaluran BSM belum optimal. Ini
disebakan karena dana BSM yang disalurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia baru 24% dari
seharusnya. Belum tersalurnya dana BSM
secara keseluruhan tersebut dikarenakan orangtua yang memegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS) belum
mendaftarkan anaknya ke sekolah anaknya masing-masing. Dari alokasi anggaran
Rp10 triliun untuk BSM, diperkirakan baru sekitar 35% yang terserap. lambannya
penyaluran dana disebabkan oleh faktor lemahnya sosialisasi.
4. Bantuan
Operasional Sekolah (BOS)
Salah satu program di
bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan
bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang
tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka mendukung
pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Melalui
program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat
SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang harus
ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk
tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah murid.
Menurut Peraturan
Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah
standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia
selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar
satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan
berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program pemerintah
yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi
nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib
belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia
yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
- Bidikmisi
Bidikmisi adalah bantuan biaya pendidikan, berbeda dari beasiswa yang
berfokus pada memberikan penghargaan terhadap yang berprestasi, bidikmisi
adalah bantuan biaya pendidikan yang mana memberikan fasilitas pada yang tidak
mampu untuk dapat memutus mata rantai kemiskinan. Walaupun demikian, syarat
prestasi pada bidikmisi ditujukan untuk menjamin bahwa penerima bidikmisi
terseleksi dari yang benar benar mempunyai kemauan untuk menyelesaikan
pendidikan tinggi.
- Program Sistem Kredit Semester (SKS)
Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah di Indonesia saat ini merupakan suatu upaya inovatif untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Pada hakikatnya, SKS merupakan perwujudan dari
amanat Pasal Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pasal tersebut mengamanatkan bahwa “Setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak, antara lain: mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; dan menyelesaikan
program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak
menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Amanat dari pasal tersebut selanjutnya dijabarkan lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi. Sebagaimana diketahui bahwa Standar Isi merupakan salah satu standar dari
delapan Standar Nasional Pendidikan.
Standar Isi mengatur bahwa beban belajar terdiri atas dua macam, yaitu: (1)
Sistem Paket, dan (2) Sistem Kredit Semester. Meskipun SKS sudah disebut dalam
Standar Isi, namun hal itu belum dimuat dan diuraikan secara rinci karena
Standar Isi hanya mengatur Sistem Paket. Selengkapnya pernyataan tersebut
adalah: “Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar
sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket dalam
Standar Isi diartikan sebagai sistem penyelenggaraan program pendidikan yang
peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban
belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur
kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan.
7. Beasiswa dan Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (BBP-PPA)
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan berupaya mengalokasikan dana untuk memberikan bantuan
biaya pendidikan kepada mahasiswa yang orang tuanya tidak mampu untuk membiayai
pendidikannya, dan memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang mempunyai prestasi
tinggi, baik kurikuler maupun ekstrakurikuler. Agar program bantuan biaya
pendidikan dan beasiswa dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip 3T, yaitu:
Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, dan Tepat Waktu, maka Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi menerbitkan pedoman.
Penerbitan pedoman ini diharapkan dapat memudahkan bagi para pengelola
agar penyelenggaraan program dapat terlaksana sesuai dengan harapan kita semua.
Selain itu pedoman ini diharapkan juga dapat memudahkan bagi para mahasiswa
yang akan mengusulkan sebagai calon penerima beasiswa, dan memudahkan bagi
mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai penerima beasiswa untuk menjalankan hak
dan kewajibannya.
Di dalam pedoman tahun 2012 ini istilah Beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) dan Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) disesuaikan dengan istilah
yang sejalan dengan ketentuan yang ada yaitu menjadi Beasiswa Peningkatan
Prestasi Akademik (Beasiswa- PPA) dan Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan
Prestasi Akademik (BPP-PPA).
8. Beasiswa Olimpiade Sains Internasional (OSI)
Beberapa tahun terakhir jumlah peserta didik Indonesia jenjang pendidikan
menengah dan tinggi yang telah menunjukkan prestasi dan dedikasi dalam
mengharumkan nama Bangsa dan Negara Indonesia dengan meraih medali di Olimpiade
Sains Internasional semakin banyak.
Sebagai bentuk penghargaan dari prestasi
tersebut, pemerintah pada tahun 2009 melalui
Departemen Pendidikan Nasional
telah memberikan beasiswa dan menerbitkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 62 Tahun 2009 tentang pemberian
beasiswa kepada peserta didik jenjang pendidikan menengah dan tinggi peraih
medali Olimpiade Sains Internasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(Ditjen Dikti) sebagai pelaksana program menerbitkan pedoman pemberian beasiswa
bagi peraih medali Olimpiade Sains Internasional.
9.
Beasiswa Unggulan
Kementerian Pendidikan Nasional merupakan pemberian bantuan biaya pendidikan oleh
pemerintah Indonesia atau pihak lain berdasarkan atas kesepakatan kersjasama kepada
putera – puteri terbaik bangsa Indonesa dan mahasiswa asing terpilih.
(Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2009)
SASARAN PROGRAM BEASISWA
UNGGULAN
Beasiswa Unggulan diberikan kepada mereka yang memiliki prestasi sebagai berikut:
Beasiswa Unggulan diberikan kepada mereka yang memiliki prestasi sebagai berikut:
1. Peraih
medali Olimpiade Sains / Teknologi tingkat Nasional/ Internasional
2. Pemenang
lomba LKS (Lomba Kompetensi Siswa) Tingkat Nasional
3. Pemenang
Lomba tingkat Nasional / Internasional, bidang Sains, Teknologi, Seni Budaya,
Olahraga, dll
4. Lulusan
terbaik SMA / MA / SMK / Ponpes / Perguruan Tinggi yang diusulkan oleh Pemda
(Propinsi/ Kabupaten/ Kota), Masyarakat (LSM), dan Insdustri
5. Lulusan
Cumlaude dari Perguruan Tinggi/ Sekolah Tinggi/ Akademi
6. Penulis,
Pencipta, Peneliti, Seniman, Olahragawan, dan Tokoh (P3SWOT) berprestasi
7. Staf
Pemda dan Staf Diknas dari unit- unit utama serta jajarannya
8. Bukan
Dosen (untuk reguler S1, S2, dan S3)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia merupakan negara
yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara
lain. seperti kualitas pendidikan di Indonesia semakin
hari semakin memburuk. Mulai dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Banyak guru-guru
saat ini yang kurang kompeten. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama
mendedikasikan dirinya menjadi guru yang memiliki pengalaman yang dalam
mengenai mengajar dan pelajaran yang mereka ajarkan. Selain itu, sarana
pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di
Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Terbatasnya sarana
pembelajaran dan sulitnya akses menuju daerah terbelakang tersebut membuat
mereka tidak mendapatkan pendidikan yang
maksimal. Untuk menangani permasalahan tersebut bisa dilakukan dengan dua cara
yaitu, solusi sistematik dan solusi teknis. Sedangkan dari pihak pemerintah itu
sendiri, pemerintah mengadakan program dalam meningkatkan kualitas pendidikan
khususnya pendidikan di Indonesia yakni seperti wajib belajar 9 tahun, BSM
(Bantuan Siswa Miskin), BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Bidikmisi dll.
Seperti dalam TAP MPR II
tahun 1983 tujuan pendidikan
Indonesia sudah jelas ialah “meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat
kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan serta cinta tanah air, agar dapat
mengembangkan dan menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun
dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa” (Undang-Undang Dasar 45,
1984, h. 137). Tujuan pendidikan
tersebut sudah mencangkup semua aspek mulai dari spiritual, kepribadian, pikiran, kemauan, perasaan,
keterampilan, sosial, sampai dengan jasmani dan kesehatan perlu dilayani untuk
dikembangkan dan ditumbuhkan.
Apabila semua aspek tersebut sudah berkembang secara maksimal, maka
perkembangan akan menjadi harmonis.
DAFTAR
PUSTAKA
3. http://edukasi.kompasiana.com/2013/12/10/masalah-pendidikan-di-indonesia-dan-solusinya-615212.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar