Minggu, 25 Januari 2015

Perkembangan Pembangunan Koperasi di Negara-Negara Berkembang

Iren Karina
24213465
2EB12

Perkembangan Pembangunan Koperasi di Negara-Negara Berkembang

I.                   Pendahuluan

Berbeda dengan Negara-negara di barat yang sebab munculnya koperasi merupakan bentuk dari perlawan terhadap ketidakadilan pasar. Di negara berkembang, koperasi muncul dan  dihadirkan dalam rangka membantu pemerintah untuk percepatan pertumbuhan nasional dari sisi mikro. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat terus ditonjolkan dan disosialisasikan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Sehingga pada saat ini dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika, maka gerakan koperasi di dunia telah mencapai suatu status yang menyatu di seluruh dunia. Dimasa lalu jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang berbicara koperasi sering dengan pengertian berbeda. Meskipun hingga tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan lahirnya Revolusi ILO-127 tahun 1966 maka dasar pengembangan koperasi mulai digunakan dengan tekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan untuk memanfaatkan jasa koperasi”. Dalam hal ini resolusi yang lebih sistematis dan digerakkan secara internasional.
II.                Isi

Di Negara berkembang, intervensi pemerintah terasa begitu kental. Intervensi ini dimaksudkan untuk membina serta mengarahkan masyarakat yang kebanyakan memiliki kemampuan sumber daya manusia dan modal yang terbatas supaya dapat tumbuh, berkembang melalui untuk inisiatif sendiri untuk membentuk koperasi. Sehingga, pengembangan koperasi di negara berkembang seperti di Indonesia dengan top down approach pada awal pembangunannya dapat diterima, sepanjang polanya selalu disesuaikan dengan perkembangan pembangunan di negara tersebut. Namun,penerapan pola top down saja dirasa belum cukup. Adanya keinginan dari masyarakat untuk terus bertumbuh dan berkembag melalui koperasi ini juga perlu adanya. Hal tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui sosialisasi yang stimultan dan intensif terhadap masyarakat terutama masyarakat yang masih minim informasi mengenai koperasi dan pemanfaatannya. Sehingga kelak, di Negara berkembang seperti Indonesia, koperasi dapat menjadi salah satu institusi yang dapat membangun perekonomian bangsa ke arah yang lebih baik.
Namun ,masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di Negara berkembang, terutama di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut :
1.  Koperasi sering hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan demokratis dari rakyat kecil (kelas bawah) seperti petani, pengrajin, pedagang dan pekerja/buruh
2.  Di samping itu ada berbagai pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial mengenai keberhasilan dan kegagalan seta dampak koperasi terhadapa proses pembangunan ekonomi social di negara-negara dunia ketiga (sedang berkembang) merupakan alasan yang mendesak untuk mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi swadaya koperasi.
3.  Kriteria (tolok ukur) yang dipergunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi, modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah dan masih sering digunakan sebagai indikator mengenai efisiensi koperasi.

Cara mengatasi perbedaan pendapat tersebut dengan menciptakan 3 kondisi yaitu :
a.         Koqnisi
b.         Apeksi
c.         Psikomotor

Konsepsi mengenai kebijakan pemerintah dalam perkembangan koperasi yang otonom dalam bentuk model tiga tahap, yaitu :
1.  Tahap pertama : Offisialisasi
pemerintah secara sadar mengambil peran besar untuk mendorong dan mengembangkan prakarsa dalam proses pembentukan koperasi. Lalu membimbing pertumbuhannya serta menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan. Sasarannya adalah agar koperasi dapat hadir dan memberikan manfaat dalam pembinaan perekonomian rakyat, yang pada gilirannya diharapkan akan menumbuhkan kembali kepercayaan rakyat sehingga mendorong motivasi mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan koperasi tersebut.
2.  Tahap kedua : De Offisialisasi
Ditandai dengan semakin berkurangnya peran pemerintah. Diharapkan pada saat bersamaan partisipasi rakyat dalam koperasi telah mampu menumbuhkan kekuatan intern organisasi koperasi dan mereka secara bersama telah mulai mampu mengambil keputusan secara lebih mandiri.
3.  Tahap ketiga : Otonomi
Tahap ini terlaksana apabila peran pemerintah sudah bersifat proporsional. Artinya, koperasi sudah mampu mencapai tahap kedudukan otonomi, berswadaya atau mandiri.

Kelemahan-kelemahan dalam penerapan kebijakan dan program yang mensponsori pengembangan koperasi, yaitu :
        Untuk membangkitkan motivasi para petani agar menjadi anggota koperasi desa, ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis pada kerjasama dalam koperasi bagi para anggota dan diberikan janji-janji mengenai perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan pemerintah.
        Selama proses pembentukan koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari pembentukan kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat pertimbangan yang cukup.
        Karena alasan-alasan administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan pada pembentukan perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan latihan para naggota, anggota pengurus dan manajer yang dinamis, dan terutama mengabaikan pula strategi-strategi yang mendukung perkembangan sendiri atas dasar keikutsertaan anggota koperasi.
        Koperasi telah dibebani dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para anggotanya (misalnya kredit), sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat melengkapi belum dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnya penyuluhan).
        Koperasi telah diserahi tugas, atau ditugaskan untuk menangani program pemerintah, walaupun perusahaan koperasi tersebut belum memiliki kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan program itu.
        Tujuan dan kegiatan perusahaan koperasi (yang secara administratif dipengaruhi oleh instansi dan pegawai pemerintah) tidak cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan dengan, kepentingan dan kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan yang berorientasi pada pembangunan para individu dan kelompok anggota.
            Namun sebenarnya terdapat cara untuk mengatas berbagai kendala tersebut salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas koperasi , timbale balik yang baik antara manajemen yang professional serta dukungan kepercayaan dari anggota.Karena mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu yang akan datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan menerapkan manajemen yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi. Untuk keperluan ini, koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan dan pendidikan yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang tetap, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang terkait.



III.             Penutup

Kesimpulan

Di negara berkembang, koperasi muncul dan  dihadirkan dalam rangka membantu pemerintah untuk percepatan pertumbuhan nasional dari sisi mikro. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat terus ditonjolkan dan disosialisasikan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan.
Namun ,masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di Negara berkembang, terutama di Indonesia yang kebanyakan berasal dari perbedaan pendapat terhadap institusi koperasi itu sendiri yang pada akhirnya menimbulkan stigma kurang baik di masyarakat, sehingga menyebabkan agak mandeknya pertumbuhan koperasi.
            Namun sebenarnya terdapat cara untuk mengatas berbagai kendala tersebut salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas koperasi , timbale balik yang baik antara manajemen yang professional serta dukungan kepercayaan dari anggota yang berkaidah prinsip efisiensi dan efektifitas.




Saran


1.      Perlu adanya sosialisasi berkelanjutan mengenai koperasi ke berbagai lapisan masyarakat.
2.      Penguatan dari sisi regulasi oleh pemerintah yang dapat memudahkan pertumbuhan dan perkembangan koperasi khususnya di Indonesia.



Rabu, 14 Januari 2015

Implementasi Ekonomi Syariah Sebagai Tonggak Perekonomian Negara

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Penegasan Mengenai Judul
Pancasila merupakan dasar Negara Bangsa Indonesia. Karena bagi bangsa ini, Pancasila bukan hanya sekedar ideology semata, namun lebih dari itu. Pancasila merupakan kepribadian, jiwa serta pandangan hidup bangsa di dalam menjalankan kehidupan bernegara. Oleh sebab itu, di setiap praktik tata kelola Negara terutama dari bidang yang menentukan seberapa tinggi atau baikkah kesejahteraan suatu bangsa yang telah kita ketahui dapat kita lihat melalui sektor perekonomiannya, implementasi pancasila di dalamnya merupakan hal yang menjadi suatu kewajiban.
Sila pertama pancasila menyatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mengharuskan setiap warga negaranya untuk mempercayai sserta mengimani keberadaan Tuhan Yang Maha Esa melalui ditetapkannya kebebasan beragama bagi warga Negara yang hal tersebut ditegaskan di dalam UUD 1945 pasal 29. Namun, pemaknaan sila pertama itu sendiri tidak berhenti hanya kepada pengakuan keberadaan Tuhan semata. Terdapat makna serta cakupan implementasi yang lebih luas lagi. Yakni, sebagai sebuah bangsa yang beragama, kita juga harus mematuhi setiap aturan dan menjauhi larangan Tuhan yang telah ditetapkan sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
Sebagai Negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia. dengan presentase lebih dari 80% warga Negara Indonesia adalah pemeluk agama Islam, maka penggunaan sistem perekonomian yang berbasiskan prinsip-prinsip Ilahiah sebagai bentuk dari implementasi pancasila sila pertama merupakan hal yang perlu untuk dilakukan. Selain pangsa pasar muslim Indonesia dan dunia sangatlah besar , yaitu mencapai 2/3 penduduk dunia. Penggunaan sistem ekonomi yang berprinsip keadilan serta mengutamakan kemaslahatan masyarakat luas ini diharapkan dapat memperbaiki bahkan meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia menuju bangsa yang tidak hanya mampu meningkatkan GDP per tahun, tetapi kenyataannya rakyat miskin justru malah bertambah banyak, tetapi lebih dari itu. Bangsa ini diharapkan dapat meraih kemakmuran, kedaulatan, serta keadilan social yang merata yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyatnya.
Ekonomi Islam merupakan sebuah sistem perekonomian yang tidak eksklusif untuk Muslim saja. Karena, nilai-nilai yang menjadi prinsip perekonomian ini merupakan prinsip yang sesuai dengan fitrah manusia, apapun itu agamanya. Seperti prinsip keadilan, prinsip perolehan laba yang wajar, prinsip tolong-menolong (tabarru) kesemua hal tersebut merupakan kebutuhan manusia di dalam jalan menuju pencapaian kesejahteraan, hak asasi serta keadilan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan prinsip-prinsip ekonomi yang diterapakn oleh para kapitalis yang tujuannya hanya untuk memperkaya atau menguntungkan segelintir kelompok tanpa memperrdulikan kepentingan masyarakat luas. Karena pada sistem berbasis kapitalis, siapa yang memiliki modal/kekuasaan, maka dialah yang berhak menguasai sumber-sumber daya yang krusial yang dibutuhkan orang banyak. Sehingga akan timbul monopoli dan pemusatan kekuasaan dan profit hanya pada segelintir kelompok bahkan individu semata.
1.2  Alasan Pemilihan Judul
Perekonomian merupakan salah satu parameter di dalam menentukan kesejahteraan suatu Negara. Negara dengan laju pertumbuhan ekonomi yang baik, disertai suplus neraca perdagangan dan hal lainnya merupakan contoh refleksi perekonomian di suatu Negara yang terbilang maju dan sedang tidak dilanda krisis.
Namun, krisis yang terjadi di beberapa Negara bahkan melanda hampir seluruh dunia ini memang sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut kemungkinan bisa terjadi karena terjadi kesalahan di dalam memilih system perekonomian, maupun kesalahan berupa kebijakan pemerintah yang solusinya hanya mampu mengcover permasalahan jangka pendek, hingga kebijakan yang bertujuan hanya untuk menguntungkan sebagian kecil golongan dan merugikan masyarakat luas.
Sistem yang menyebabkan krisis bahkan resesi  berkepanjangan tersebut adalah sistem ekonomi kapitalis. Sebuah sistem yang ternyata tidak dapat memberikan solusi setelah keruntuhan sistem-sistem ekonomi pendahulunya. Sebuah sistem yang justru malah semakin memperburuk keadaan. Sebuah sistem yang memprakarsai bahwa siapa saja yang terkuat atau memiliki modal terbanyak maupun kekuasaan maka dapat dipastikan bahwa dia penguasa suatu sistem yang melibatkan  ratusan bahkan milyaran orang di dalamnya. Hal tersebut  dapat menyebabkan terjadinya penyalahgunaan wewenang, hingga penguasaan sumber daya oleh segelintir golongan penguasa. Sehingga orang yang bukan dari golongan mereka akan terus mengalami kekurangan, terutama dari segi ekonominya.
Lalu, sistem seperti apakah yang layak menjadi acuan bahkan harus diimplementasikan dalam perekonomian ? jawabannya, tentu saja sistem ekonomi yang prinsip-prinsipnya sesuai dengan perintah Allah Subhanahu Wa ta’ala. Itulah ekonomi Islam. Ekonomi Syariah. Suatu sistem yang tidak hanya memenuhi keinginana manusia untuk mendapatkan laba/profit semata, tetapi suatu sistem yang selaras dengan kehendak Sang Pencipta, sistem yang mensejahterakan ummat dan merupakan satu-satunya sistem yang selamat dari krisis moneter berkepanjangan yang melanda Indonesia bahkan dunia pada kisaran tahun 1998 silam.
Seiring berjalannya waktu, peningkatan GDP maupun pendapatan per kapita warga Negara Indonesia ternyata tidaklah cukup untuk menggambarkan kesejahteraan suatu Negara. Karena, walaupun pendapatan per kapita warga Negara terus meningkat tetapi hal tersebut diiringi inflasi yang kian meningkat , maka peningkatan kesejahteraan yang terlihat secara kasat mata itu sama sekali tidak terjadi. Apalagi, bila laju inflasi melebihi peningkatan pendapatan, maka kesejahteraan pun akan terus menurun dengan indiator terus tergerusnya daya beli masyarakat.
Penyebab inflasi yang akhirnya terus menerus mengakibatkan kenaikan harga-harga komoditas penting di suatu Negara bahkan dunia serta terus menurunnya daya beli masyarakat yang berdampak pula kepada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat luas merupakan dampak multiplier dari masih digunakannya sistem ribawi berbasis bunga yang masih diberlakukan hingga hari ini.
Sebenarnya, uang bukanlah komoditas. Tetapi, hanya sebagai alat tukar dan juga penyimpan nilai. Karenanya, uang tidak dapat menghasilkan tambahan uang lainnya tanpa adanya usaha riil yang dapat menyebabkan uang tersebut dapat bertambah. Seperti pada kasus peminjaman uang yang diberi tambahan bunga pada pinjaman pokoknya. Hal tersebut tidak diperbolehkan, karena tidak ada usaha riil di dalamnya. Yang ada hanya uang bertambah karena sebab yang tidak jelas, yaitu melalui peminjaman uang, bukan dengan adanya perdagangan diantara orang tersebut.
Karena munculnya tambahan uang dari sumber-sumber yang tidak produktif berupa unsure spekulatif, sehingga timbulah banyak ketimpangan. Sektor keuangan tumbuh sangat jauh dibandingkan sektor riilnya, yang lambat laun akan memecahkan buble economy yang akan menyebabkan krisis yang berkepanjangan. Melalui ekonomi syariah, hal tersebut bisa dihindari. Karena , transaksi-transaksi di perbankan syariah berupa transaksi di sektor riil yang benar-benar terjadi , serta transaksi-transaksi halal yang non riba/bunga yang dapat mencegah terjadinya kredit macet / NPL (Non Performng Loans) maupun kelimpungan yang timbul karena ketidakmampuan membayar bunga saat usaha yang dijalankan sedang lesu dan tidak menghasilkan banyak profit.
Oleh sebab itu, ekonomi syariah adalah pilihan yang sangat tepat untuk dijadikan tonggak perekonomian Negara. Karena, selain nilai-nilai universal yang sesuai dengan fitrah manusia, sistem ekonomi syariah juga terhindar dari berbagai efek buruk krisis serta inflasi yang semakin memiskinkan masyarakat. Nilai-nilai tersebut juga sangatlah sesuai dengan dasar Negara kita Pancasila. Terutama pada sila pertama, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” dimana dengan mengimplementasikan ekonomi syariah, berarti Negara ini telah melibatkan peran Tuhan di dalam cita-cita bangsa ini untuk mensejahterakan kehidupan berbangsa melalui kepatuhan terhadap aturan-aturan serta hukum-hukumNya, yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui. Karena tiada yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita, manusia selain Sang Pencipta yang telah menciptakan kita serta seluruh alam semesta ini beserta isinya. Selain itu, penerapan ekonomi syariah juga sangat sesuai dengan sila ke-lima yaitu “ Kesejahteraan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”  dimana, dari prinsip serta orientasi yang diterapkan di dalam ekonomi syariah, kita akan memahami bahwa maqashid syariah atau tujuan syariah adalah untuk kesejahteraan serta kemaslahatan manusia. Dalam arti lain, setiap orang akan merasakan dampak serta peningkatan kesejahteraan yang merata tanpa adanya ketimpangan yang sangat jauh seperti yang terjadi pada sistem ekonomi kapitalis dan sistem-sistem pendahulunya.
1.3  Tujuan Research yang diselenggarakan
Adapun tujuan research ini adalah :
a.       Untuk mengetahui definisi, peran serta potensi ekonomi syariah sebagai sistem perekonomian yang diharapkan dapat menjadikan Indonesia Negara yang adil dan sejahtera.
b.      Untuk mengetahui dampak penggunaan sistem ekonomi ribawi.
c.       Untuk mengedukasi serta meningkatkan awareness masyarakat terhadap ekonomi syariah.
d.      Untuk mengetahui peluang serta cara implementasi ekonomi syariah yang optimal.

1.4  Sistematika
Adapun sistematika penulisan karya ilmiah ini terdiri dari :
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grafik
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Penegasan mengenai judul
1.2 Alasan Pemilihan Judul
1.3 Tujuan Research yang diselenggarakam
1.4 Sistematika
BAB II ANALISIS LANDASAN TEORI
2.1 Analisis hasi-hasil
2.2 Penampilan anggapan
2.3 Pernyataan hipotesis
2.4 Hal-hal yang diharapkan
BAB III PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA
3.1 Uraian secara singkat
3.2 Penyajian tabel
3.3 Penyajian diagram/grafik
BAB IV ANALISIS DATA
4.1  Analisi statistic
4.2 Analisis komparatif
4.3 Kesimpulan analisis
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Permasalahan
5.2 Saran dan rekomendasi
Daftar Kepustakaan









BAB II
ANALISIS LANDASAN TEORI


2.1  Analisis Hasil-hasil
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan merupakan ‘impian yang mustahil’ karena potensi Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar, diantaranya: (i) jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah; (ii) prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid; (iii) peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk industri keuangan syariah; dan (iv) memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah.
Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia .Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non-bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan. Optimisme ini sejalan dengan laju ekspansi kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan aset perbankan syariah yang sangat tinggi, ditambah dengan volume penerbitan sukuk yang terus meningkat.

Pengembangan keuangan syariah di Indonesia yang lebih bersifat market driven dan dorongan bottom up dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga lebih bertumpu pada sektor riil juga menjadi keunggulan tersendiri. Berbeda dengan perkembangan keuangan syariah di Iran, Malaysia, dan Arab Saudi, dimana perkembangan keuangan syariahnya lebih bertumpu pada sektor keuangan, bukan sektor riil, dan peranan pemerintah sangat dominan. Selain dalambentuk dukungan regulasi, penempatan dana pemerintah dan perusahaan milik negara pada lembaga keuangan syariah membuat total asetnya meningkat signifikan, terlebih ketika negara-negara tersebut menikmati windfall profit dari kenaikan harga minyak dan komoditas.

Keunggulan struktur pengembangan keuangan syariah di Indonesia lainnya adalah regulatory regime yang dinilai lebih baik dibanding dengan negara lain. Di Indonesia kewenangan mengeluarkan fatwa keuangan syariah bersifat terpusat oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan institusi yang independen. Sementara di negara lain, fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan ulama sehingga peluang terjadinya perbedaan sangat besar. Di Malaysia, struktur organisasi lembaga fatwa ini berada di bawah Bank Negara Malaysia (BNM), tidak berdiri sendiri secara independen.
.
Peningkatan peranan industri keuangan syariah Indonesia menuju global player juga terlihat meningkatnya ranking total aset keuangan syariah dari urutan ke-17 pada tahun 2009 menjadi urutan ke-13 pada tahun 2010 dengan nilai aset sebesar US$7,2 miliar (Tabel 1). Dengan melihat perkembangan pesat keuangan syariah, terutama perbankan syariah dan penerbitan sukuk, total aset keuangan syariah Indonesia pada tahun 2011 diyakini telah melebihi US$20 miliar sehingga rankingnya akan meningkat signifikan.

Selaku regulator, Bank Indonesia memberikan perhatian yang serius dan bersungguh-sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana.

Sampai dengan bulan Februari 2012, industri perbankan syariah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 155 BPRS, dengan total jaringan kantor mencapai 2.380 kantor yang tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara (Tabel 2). Total aset perbankan syariah mencapai Rp149,3 triliun (BUS & UUS Rp145,6 triliun dan BPRS Rp3,7 triliun) atau tumbuh sebesar 51,1% (yoy) dari posisi tahun sebelumnya. Industri perbankan syariah mampu menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2% pertahun dalam lima tahun terakhir (2007-2011), sementara rata-rata pertumbuhan perbankan nasional hanya sebesar 16,7% pertahun. Oleh karena itu, industri perbankan syariah dijuluki sebagai ‘the fastest growing industry’.

Akselerasi pertumbuhan perbankan syariah yang jauh lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan nasional berhasil meningkatkan porsi perbankan syariah dalam perbankan nasional menjadi 4,0%. Jika tren pertumbuhan yang tinggi industri perbankan syariah tersebut dapat dipertahankan, maka porsi perbankan syariah diperkirakan dapat mencapai 15%-20% dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.
       





2.2  Penampilan Anggapan
Prospek perbankan syariah yang cerah telah menunjukan bahwa sistem perekonomian berbasis prinsip ketuhanan/ Islami memang merupakan solusi yang sangat tepat dalam mencapai cita-cita bangsa Indonesia. Pertumbuhan asset yang terus mengalami peningkatan setiap tahun, kontribusi nyata pada sektor riil yang merupakan fondasi pembangunan perekonomian suatu Negara, yang nantinya akan memperbesar jumlah kredit bebas bunga yang dapat disalurkan ke masyarakat maupun UMKM yang jumlah per unitnya  melebihi perusahaan-perusahaan skala nasional di Indonesia.
Ekonomi syariah melalui perbankan maupun lembaga-lembaga pendukung lainnya dapat dengan lebih baik meningkatkan kesejahteraan bangsa melalui sektor-sektor fundamental seperti sektor riil yang didominasi serta disokong oleh cukup banyaknya jumlah UMKM di seluruh pelosok negeri. Dengan membantu peningkatan usaha pada UMKM, berarti turut pula membantu serta memudahkan para usahawan skala kecil dan menengah untuk terus bertumbuh menuju kesejahteraan yang merata dan peningkatan GDP serta pendapatan per kapita warga Negara Indonesia.
2.3  Pernyataan Hipotesis
Ekonomi syariah merupakan sistem perekonomian yang dapat dijadikan sebagai tonggak perekonomian Indonesia. Oleh sebab itu, hendaknya ekonomi syariah dijadikan sebagai pondasi serta penguat perekonomian utama Negara Indonesia dengan tidak menjadikannya sebagai alternative semata. Karena prinsip serta nilai-nilai dasar yang bersifat dan berlaku universal menyebabkan sistem ekonomi ini cocok untuk diimplementasikan oleh Negara non muslim sekalipun.
Orientasinya yang mengarah kepada kemaslahatan masyarakat luas juga menjadikan ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi yang dapat memberikan manfaat serta kontribusi-kontribusi yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin hingga menengah sehinga dapat meminimalisir kesenjangan serta memungkinkan adanya distribusi pendapatan yang merata melalui semakin kecilnya angka koefisien gini.
2.4  Hal-hal yang diharapkan

·         semakin teredukasinya masyarakat tentang peran serta pentingnya penerapan ekonomi syariah di Indonesia.
·         munculnya kesadaran masyarakat untuk menjauhi segala bentuk perekonomian berbasis riba.
·         pemerintah semakin concern di dalam menggiatkan sosialisasi serta implementasi ekonomi syariah di Indonesia.




















BAB III
PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA


3.1 Uraian Singkat
Dalam penilaian Islamic Finance Country Index-IFCI  tahun 2012, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia. Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan non-bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan. Optimisme ini sejalan dengan laju ekspansi kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan aset perbankan syariah yang sangat tinggi, ditambah dengan volume penerbitan sukuk yang terus meningkat.

3.2  Penyajian Tabel



Tahun
Emisi Sukuk
Sukuk Outstanding



Total Nilai
Total Jumlah
Total Nilai
Total Jumlah



(Rp miliar)

(Rp miliar)









2002

175,0
1
175,0
1

2003

740,0
6
740,0
6

2004

1.424,0
13
1.394,0
13

2005

2.009,0
16
1.979,4
16

2006

2.282,0
17
2.179,4
17

2007

3.174,0
21
3.029,4
20

2008

5.498,0
29
4.958,4
24

2009

7.015,0
43
5.621,4
30

2010

7.815,0
47
6.121,0
32

2011

7.915,4
48
5.876,0
31

2012

9.790,4
54
6.883,0
32

2013

11.994,4
64
7.553,0
36

2014
Jan
11.994,4
64
7.260,0
35


Feb
11.994,4
64
7.260,0
35


Mar
11.994,4
64
7.194,0
34


Apr
11.994,4
64
7.058,0
33


Mei
11.994,4
64
6.358,0
29


Jun
12.294,4
65
6.958,0
33


Juli
12.294,4
65
6.958,0
33


Agst.
12.294,4
65
6.958,0
33


Sept.
12.294,4
65
6.958,0
33









Tabel 2. Jumlah total nilai Sukuk dan Emisi Sukuk Outstanding (Sumber : Otoritas Jasa Keuangan)










3.3  Penyajian Diagram/Grafik



 
 








Grafik 2.Perbankan Syariah di Indonesia (Sumber Data OJK yang diolah )






                                                                     BAB IV
ANALISA DATA

4.1  Analisis Statistik
Pada table pertama diketahui bahwa perbankan syariah terus menerus mengalami pertumbuhan total asset yang signifikan dimulai dari Rp. 145, 47 trilyun pada tahun 2011 lalu meningkat terus menerus mencapai Rp.250,55 trilyun pada kuartal pertama di tahun 2014. hal tersebut dapat terjadi dikarenakan mulai munculnya awareness masyarakat terhadap perbankan yang tidak hanya berprofit oriented ini, tetapi juga berfalah oriented yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaaan serta kesejahteraan dunia dan akhirat.
Lalu, pertumbuhan total sukuk serta emisi sukuk outstanding juga mengalami peningkatan yang serupa baiknya, dimulai dari tahun 2002 yang berawal dengan pembiayaan Rp.175 milyar, hingga terus meningkat pada angka Rp. 12, 294 trilyun pada September 2014.
Lalu, pada grafik dapat diketahui pula mengenai jumlah BUS (Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) serta Badan perkreditannya berjumlah berturut-turut pada 11 unit, 20 unit, dan kurang lebih 160 unit hingga pada kuartal pertama 2014
4.2  Kesimpulan Analisis
Pertumbuhan Ekonomi syariah diperkirakan akan terus berkembang dan berekspansi menuju arah yang lebih baik. Hal tersebut tergambar dengan jelas dari segi pertumbuhan asset, pembiayaan sukuk, dsb yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun,  danya support yang didapat melalaui berbeagai pihak utamanya pemerintah selaku regulator juga penting kiranya  supaya kelak dapat mempermudah pengembangan serta implementasi ekonomi syariah di Indonesia.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Permasalahan
Indonesia masih menggunakan sistem ekonomi berbasis ribawi hingga saat ini.
Hal tersebut dapat kita amati melalui masih ditetapkannya tingkat suku bunga oleh bank sentral (Bank Indonesia). Serta serangkaian peraturan lain baik yang berasal dari Bank Indonesia maupun dari pemerintah Indonesia yang masih mendukung kegiatan perekonomian berbasis bunga/riba, gharar (spekulasi), dan hal-hal lainnya yang diharamkan di dalam agama Islam. Seperti masih ditetapkannya giro wajib minimum bagi bank umum,dimana hal tersebut dapat menimbulkan efek penggandaan uang yang beredar hingga tak terhingga yang lama kelamaan akan menyebabkan inflasi serta krisis berkepanjangan.
Selain itu, Bank Indonesia juga menetapkan standar tingkat bunga yang tinggi yaitu hingga saat ini sebesar 7,5 %. Dimana sesuai dengan konsep ekonomi yakni, “apabila tingkat suku bunga naik, maka akan menyebabkan terjadinya penurunan investasi,bila investasi menurun maka akan menurunkan pertumbuhan serta potensi peningkatan usaha di berbagai bidang yang pada akhirnya akan membuat kelesuan perekonomian”. Dari hal tersebut sudah tampak jelas bahwa dipakainya bunga sebagai standar bagi transaksi keuangan maupun perdangangan menimbulkan efek domino buruk yang menyebabkan perekonomian suatu Negara lama-kelamaan ambruk.
Sebagai contoh pada tahun 1998, saat terjadi krisis moneter berkepanjangan sebagai akibat spekulasi negative terhadap perkiraan masa depan, maka para investor di dunia pun ramai-ramai menarik dana investasinya yang menyababkan pihak yang diberikan modal kewalahan dalam mengembalikan modal yang ditanamkan. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia lalu menetapkan kebijakan uang ketat (tight money policy) dengan meningkatkan tingkat suku bunga Bank Indonesia. Bukannya menjadi solusi, hal tersebut justru semakin memperburuk keadaan.  Karena suku bunga yang sangat tinggi, bank-bank tidak dapat menyalurkan kreditnya secara optimal, sehingga sektor-sektor yang seharusnya mendapatkan tambahan dana, justru menjadi bertambah susah. Kebanyakan bank lainnya pun banyak yang dinyatakan pailit dikarenakan saat dana yang dimiliki sedikit (efek krisis) mereka tidak dapat membayar kewajiban sebagai akibat bunga yang sangat tinggi.
Market share perbankan syariah yang masih sangat kecil, yaitu hanya 5% selama 20 tahun pendirian bank syariah pertama. Hal ini sangat berbeda jauh dengan perbankan konvensional yang memiliki market share kurang lebih hingga 95%. Hal tersebut berarti hingga kini perbankan konvensional berbasis ribawi masih menjadi pemimpin pangsa pasar di Indonesia, sehingga mereka berpeluang lebih besar dalam menyalurkan kredit ke masyarakat yang belum jelas kehalalannya untuk usaha jenis apa yang akan didanai dan dikembangkan.
5.2  Saran dan Rekomendasi

Ekonomi syariah bukanlah sekedar alternatif di dalam memecahkan permasalahan nasional terkait perekonomian suatu Negara terutama di Indonesia. Karena pada hakikatnya, ekonomi syariah memiliki kemampuan lebih dibanding sistem ekonomi kapitalis serta sistem-sistem pendahulunya yang berbasis ribawi untuk merecovery, membangun, meningkatkan perekonomian Indonesia bahkan hingga mencapai cita-cita bangsa Indonesia dan founding fathers bangsa ini di dalam menjadikan Indonesia Negara yang adil dan sejahtera.
Oleh sebab itu, ekonomi syariah hendaknya dijadikan sebagai sistem perekonomian utama Indonesia. Hal tersebut dapat dilaksanakan bila :
1.      Pemerintah serta para akademisi maupun mahasiswa giat mensosialisakan ekonomi syariah kepada masyarakat luas.
2.      Dibentuknya badan/lembaga khusus yang berfungsi mengatur,mengawasi serta meningkatkan laju pertumbuhan serta sharia compliance lembaga-lembaga keuangan syariah.
3.      Dibuatnya dan ditetapkan UU tentang diwajibkannya penggunaan serta implementasi lembaga maupun produk-produk berbasis syariah bagi masyarakat.
4.      Diberikannya kemudahan baik berupa akses maupun regulasi terhadap lembaga-lembaga keuangan syariah bagi masyarakat hingga ke seluruh pelosok negeri.

























DAFTAR KEPUSTAKAAN

Djumharijinis,2014,Pendidikan Pancasila, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia,Penerbit Sendiri Widya Jakarta, Jakarta
Irmayanto, Juli,dkk, 2012, Bank dan Lembaga Keuangan, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta
Koesen, Dwieono, 2014, Selamat Tinggal Bank Konvensional, Tifa, Jakarta